Sabtu, 14 November 2009

Kualifikasi: Yang Pinter, Yang Ganteng, Yang…

Sabtu, 14 November 2009

Berbicara tentang pergantian pengurus, khususnya masalah kepemimpinan dalam sebuah organisasi Islam, tentu tidak bisa lepas dari yang namanya “kualifikasi”. Qiyadah seperti apakah yang seharusnya dipilih, dan bagaimana pula kualifikasi personel intinya yang notabene akan menempati pos-pos tertentu sebagai Kadept atau Sekdept.
Dalam organisasi dakwah, semua sayap itu, penting. Lha wong, seorang wanita tua tukang sapu di masjid saja, diperhatikan oleh Rasulullah SAW. Masih ingat kan kisahnya ? . Tapi titik berat, fokus, setiap kepengurusan, bisa berbeda2. Hanya satu yang tidak akan pernah hilang oleh masa adalah tentang kaderisasi. Karena di sini adalah pos untuk melahirkan generasi Rabbani yang produktif. Oleh karena itu, terkadang banyak orang yang harus bermain di sini. Karena berat banget sih . Orang kaderisasi kan juga manusia, terkadang bisa keder juga. Oleh karena itu back up nya berlapis-lapis. Jangan sampai berubah jadi Kederisasi.
Setiap organisasi, pasti telah memiliki kualifikasi sendiri untuk menempatkan personel di masing-masing pos. Misalnya, yang hobby nya adu argumen, pinter tips and trik, jago nego, mungkin bisa masuk sayap tertentu. Diolah. Supaya matang. Jangan sampai setengah matang. Nanti, bisa hidup segan, mati tak mau. Ini ikhwah apa bukan ya. Kok luntur. . Disesuaikan dengan muyul. Tapi ini sulit juga, karena terkadang seorang kader, tidak tahu muyulnya apa. Akhirnya terjun bebas ke pos tertentu. Tidak menguasai medan. Akhirnya amburadul. Inilah pentingnya musyawarah untuk menempatkan seseorang. Musyawarah dua arah, tim yang akan menempatkan dan personel yang akan ditempatkan. Oleh karena itu database kaderisasi, seharusnya lengkap ya…
Organisasi dakwah, tentu tujuan utamanya adalah berdakwah. Mengajak manusia kepada Islam. Maka, tentu saja idealnya personel intinya, harus sudah siap untuk berdakwah. Pribadi da’i. Setiap kampus memang tidak sama. Ada yang tingkatnya masuk kategori A, B, C, atau dst. Tergantung sudah masuk tingkat kampus apa.
Di dalam Islam, menjadi seorang pemimpin itu, tidak mudah. Baik menjadi Ketum, Kaput, Kadept, Sekdept, dst. Karena seperti ucapan Aa Gym, “Hati, hanya bisa disentuh oleh hati.” Bagaimana mungkin akan berdakwah, bila ternyata sang qiyadah, selama ini tidak pernah shalat malam. Dan aneh juga, tim eksekusinya sudah tahu tidak pernah shalat malam, masih bisa dipilih jadi qiyadah organisasi dakwah (geleng2 -red). Ini realita di lapangan! Jadi kualifikasi terpilihnya itu karena apa ? Hm, ternyata masih berpatok pada metode duniawi. Karena IPK tinggi, asdos, ganteng/cantik, lumayan jago komunikasi. Lalu kualifikasi muwashofat primernya tertinggal.. Atau ditinggal.
Tentara Islam pernah dipimpin oleh seorang budak hitam legam. Ketika tentara Islam yang dipimpin oleh budak hitam itu, datang menemui Raja non muslim, sang Raja segera bergidik ketakutan, jijik dan berkata, “Siapa orang ini? Aku tidak mau berbicara dengannya. Kulitnya hitam legam. Ganti dengan yang lain.” Tapi tentara muslim segera menjawab, “Dia adalah pemimpin kami. Dia adalah orang yang paling bertaqwa di antara kami. ”
Kita boleh2 saja memilih yang mendekati sempurna. Tapi jangan dibalik. Karena masalah akidah dan ibadah adalah kualifikasi primer. Hm… Hilang kemana ya kualifikasi untuk sebuah organisasi yang berlabel dakwah. Mungkin kurang kader ya. Ya banyak faktor yang mempengaruhi. Perlu kajian tersendiri. Dan kondisi setiap kampus tentu berbeda2. Tapi yang jelas, memilih pemimpin dan personelnya, jangan cuma yang.. yang… di atas aja dong, tapi juga muwashofat primernya di check!
Sebuah organisasi dakwah hanya akan sukes bila pemimpinnya bertaqwa, dekat pada Allah SWT. Bila sang qiyadah dirahmati-Nya, diberikan bashirah, maka dapat mengambil keputusan tepat meski di saat genting. Seperti Umar bin Khattab yang bisa melihat peperangan dari dari tempat khutbahnya dan berteriak, “Wahai tentara Muslim, di belakang kalian.. di belakang kalian… “. Dan para tentara muslim yang tengah berperang di tempat lain, dapat mendengar suara sang qiyadah. Jadi, jundi juga harus bertaqwa, supaya bisa “mendengar suara qiyadahnya”. Ingat, check dan ricek muwashofat primer!
Sumber: www.hudzaifah.org


Related Posts



0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © FMI FMIPA Unnes | Powered by Blogger | Template by Blog Go Blog